
Bantahan Resmi Pemprov Babel
Sekretaris Daerah Provinsi Babel, Nazali Laham, menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan bagian dari kas umum daerah yang dialokasikan untuk pembayaran proyek fisik dan program sosial hingga akhir tahun anggaran 2025. Ia menegaskan, tidak ada praktik penahanan dana di perbankan daerah, karena seluruh penempatan dana dilakukan sesuai ketentuan Kementerian Keuangan.
“Kami tegaskan bahwa dana Rp 2,1 triliun itu bukan mengendap. Saat ini sedang dalam tahap realisasi dan pembayaran berbagai kegiatan pemerintah, termasuk gaji pegawai, proyek infrastruktur, dan bantuan sosial,” ujar Nazali dalam konferensi pers di Kantor Gubernur Babel.
Pernyataan ini mirip dengan klarifikasi yang pernah disampaikan oleh Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta, ketika menghadapi isu serupa beberapa waktu lalu. Ia kala itu juga menegaskan bahwa dana daerah di bank merupakan bagian dari manajemen keuangan, bukan dana menganggur.
Purbaya: Dana Pemda di Bank Harus Dioptimalkan
Sebelumnya, Kepala LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ada sejumlah pemerintah daerah yang menyimpan dana dalam jumlah besar di bank tanpa segera disalurkan. Menurutnya, praktik tersebut menghambat perputaran ekonomi di daerah dan berpotensi menurunkan efektivitas belanja publik.
“Jika dana daerah dibiarkan terlalu lama di bank, maka efek pengganda ekonomi menjadi lemah. Pemerintah daerah perlu mempercepat realisasi anggaran agar manfaatnya segera dirasakan masyarakat,” kata Purbaya dalam forum ekonomi nasional pekan lalu di Jakarta.
Pernyataan ini lantas menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah yang disebut-sebut dalam laporan tersebut. Pemprov Babel menjadi salah satu yang langsung memberikan klarifikasi resmi untuk menjaga transparansi publik.
Penjelasan Teknis Soal Dana Kas Daerah
Pemprov Babel menjelaskan bahwa dana kas daerah dikelola secara ketat berdasarkan prinsip akuntabilitas dan efisiensi. Menurut Kepala Biro Keuangan Daerah, sebagian besar dana yang disebut “mengendap” sebenarnya sedang menunggu proses administrasi tender proyek dan pencairan kontrak.
“Setiap rupiah yang disimpan di bank daerah memiliki tujuan jelas. Kami menggunakan sistem kas terpusat agar pembayaran proyek berjalan lancar, termasuk belanja modal dan bantuan desa,” jelasnya.
Pihaknya juga menambahkan bahwa sistem pengelolaan keuangan daerah sudah diaudit secara rutin oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan demikian, kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan dana publik seperti yang dikhawatirkan.
Respons Masyarakat dan Akademisi
Reaksi masyarakat terhadap pernyataan Purbaya cukup beragam. Sebagian mendukung langkah LPS mendorong percepatan realisasi anggaran, sementara lainnya menilai pernyataan itu bisa menimbulkan kesalahpahaman publik jika tidak disertai data rinci.
Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Arif Rahman, menilai bahwa isu dana daerah mengendap perlu dikaji secara komprehensif. “Memang benar, ada dana pemerintah di bank. Namun, kita harus memahami bahwa sebagian besar merupakan bagian dari siklus anggaran, bukan karena kelalaian,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa komunikasi publik dari pejabat negara harus dilakukan secara hati-hati. “Transparansi penting, tetapi narasi yang terlalu general bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap tata kelola daerah,” tambahnya.
Langkah Ke Depan: Percepatan dan Digitalisasi Keuangan Daerah
Menindaklanjuti polemik tersebut, Pemprov Babel berencana memperkuat sistem pengawasan keuangan melalui digitalisasi pembayaran. Sistem baru ini diharapkan dapat mempercepat proses realisasi anggaran tanpa mengorbankan aspek transparansi dan akuntabilitas.
“Mulai tahun depan, seluruh transaksi keuangan daerah akan menggunakan sistem digital terintegrasi agar realisasi bisa dipantau secara real-time,” kata Nazali. Ia menambahkan bahwa sistem tersebut akan terkoneksi dengan platform pengawasan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pemerintah pusat sendiri terus mendorong digitalisasi fiskal di seluruh provinsi sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Dengan sistem keuangan yang lebih transparan dan terhubung, setiap pergerakan dana publik akan lebih mudah diawasi oleh masyarakat.
Isu yang Mengingatkan pada Tata Kelola Fiskal Nasional
Polemik dana daerah di bank bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, sejumlah daerah lain seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah juga pernah menghadapi tudingan serupa. Namun, sebagian besar berhasil menjelaskan secara terbuka bahwa dana tersebut merupakan bagian dari siklus pembayaran proyek dan program sosial.
Kasus Babel kali ini menjadi pengingat penting bahwa komunikasi fiskal antara pusat dan daerah harus berjalan sinkron. Dengan keterbukaan data, publik akan lebih mudah memahami bahwa proses pengelolaan keuangan daerah memiliki mekanisme dan waktu tersendiri.
Reporter: Tim Ekonomi Nasional | Editor: Redaksi Daerah


